LUBUKLINGGAU- Nasib Sekolah Rintisan Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) di Indonesia termasuk sekolah RSBI di Kota Lubuklinggau bakal putuskan hari ini (8/1).
Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang pembacaan putusan atas Judicial Review pasal 50 ayat 3 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menjadi dasar hukum pembentukan RSBI dan SBI.
Judicial Review ini diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Pendidikan Anti Komersialisasi yang terdiri dari sejumlah organisasi pemerhati pendidikan dikarenakan konseptual pembentukan RSBI tersebut bermasalah.
Polemik RSBI ini mendapat tanggapan berbagai pihak di Kota berslogan sebiduk semare. Ketua Komisi I dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Lubuklinggau, Raden Syalendra kepada Harian Silampari, Senin (7/1) menegaskan sangat sepakat jika sekolah RSBI dihapuskan, karena dengan adanya sekolah RSBI dinilai akan ada diskriminasi terharap sekolah-sekolah yang tidak masuk dalam program RSBI.
“ Pada dasarnya sangat sepakat dihapuskan saja. Pendidikan berkualitas harus merata jangan hanya fokus pada sekolah RSBI saja,” kata Raden sapaan Raden Syalendra
Menurut Raden selama ini sekolah berlabel RSBI selalu diagung-agungkan dan terkesan ada diskriminasi terhadap sekolah lainya. Padahal pendidikan yang berkualitas harus terwujud diseluruh sekolah bukan hanya di RSBI.
Selanjutnya kata dia program RSBI atau SBI tujuanya tidak lain untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, namun program ini tidak menyentuh seluruh sekolah sehingga timbul perbedaan antara sekolah RSBI dengan sekolah yang tidak RSBI.
Raden menyarankan kalau pemerintah ingin mewujudkan pendidikan yang berkualitas lebih baik menyiapkan tenaga pendidik yang berkualitas, infrastruktur pendidikan yang berkualitas, dan lain sebagainya diseluruh sekolah.
Dengan demikianya diyakininya mampu mendongkrak mutu pendidikan di indonesia khususnya Kota Lubuklinggau.
“ selain itu, jumlah rombongan belajar dalam satu rombongan belajar (Rombel) pun harus diefektifkan. Misal satu rombel efektifnya tidak boleh lebih dari 32 siswa maka harus diterapkan. Kalau tidak sistem pembelajaran tidak akan efektif,” kata Raden
Jumlah rombel dalam satu rombel ini pun sudah diatur dalam peraturan menteri pendidikan nasional (Permendiknas) nomor 74 tahun 2007.
Sementara itu, ketua Dewan Pendidikan Kota Lubuklingau, Hamdan Kamal kepada wartawan menyatakan tidak sepakat dengan adanya penghapusan sekolah berlabel RSBI. Sebab dengan dihapuskan RSBI diyakininya kualitas pendidikan akan semakin merosot. Karena dengan adanya RSBI dapat mendongkrak mutu pendidikan dan mendorong sekolah lainya agar bisa lebih baik seperti sekolah RSBI.
“ Tidak setuju kalau dihapuskan, kalau tidak ada RSBI bagaimana pendidikan mau maju,” ujarnya
Selanjutnya Hamdan menyampaikan sebaiknya RSBI terus dilaksanakan namun harus ada komitmen pemerintah untuk memperbaiki kekurangan –kekurangan yang ada pada sekolah RSBI.Seperti tenaga pendidikan starata dua (S2), laboratorium dan sebagainya.
Menurutnya jika sistem RSBI diperbaiki dan pemerintah pun membantu melengkapi kekurangan RSBI maka pendidikan yang berkualitas akan terwujud.
“ Saya tidak sepakat kalau untuk dihapuskan, sebaiknya dibenahi saja, apa yang masih kurang dilengkapi sehingga mereka ini (sekolah RSBI) bisa terwujud menjadi SBI. Dengan demikian mutu pendidikan di kota kita ini bisa meningkat menjadi lebih baik,” paparnya.
Terpisah sekretaris Dinas Pendidikan Kota Lubuklingau, Rudi Erwandi saat dimintai tanggapanya menegaskan sampai saat ini pihaknya menunggu keputusan MK. Apapun keputusan MK itu nantinya akan dijalankan di Kota Lubuklinggau.
“Kita didaerah hanya menunggu keputusan pemerintah pusat. Kalau keputusanya RSBI ditiadakan ya kita tiaddakan juga didaerah, begitu pun sebaliknya kalau RSBI harus terus dijalankan ya pasti akan kita jalankan,” kata Rudi sapaan Rudi Erwandi. (HS-01)
Selasa, 08 Januari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar