MUSI RAWAS- Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan (Sumsel) Seksi Wilayah II Lahat melepaskan 163 ekor trenggiling diwilayah Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) Kabupaten Musi Rawas (Mura).
163 ekor teringgiling tersebut merupakan hasil pengungkapan kasus percobaan penyelundupan trenggiling oleh Polres Mura. Dari total 182 ekor teringgiling yang ada hanya 163 ekor yang bertahan hidup. “Satwa langka dan dilingdungi ini akan segera kita lepaskan kembali ke alam liar,” jelas Kepala Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan (Sumsel) Seksi Wilayah II Lahat, didik Suprijono melalui Staf Perlindungan Hutan Widodo.
Awalnya pihak Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan (Sumsel) Seksi Wilayah II Lahat sempat kebingungan mencari tempat untuk melepaskan kembali trenggiling - trenggiling tersebut. Ini dikarenakan wilayah peternakan dan pelestarian trenggiling hanya ada disekitar daerah Kikim Timur. Permasalahannya adalah jarak antara Kabupaten Mura dan Kikim Timur cukup jauh. Ditambah lagi untuk menuju pusat penangkaran teringgiling ditambah lagi perjalanan sekitar 1,5 jam.
Sedangkan trenggiling - trenggiling tersebut harus segera dilepaskan agar tidak stres sehingga mati atau saling membunuh satu sama lain. Sebab hewan dilingdungi ini tidak bisa dipelihara dalam kandang apalagi ditempatkan lebih dari dua ekor ditempat yang sama. Mereka harus dilepaskan secara bebas dan memiliki wilayah jelajah yang cukup luas.
Setelah berkoordinasi dengan semua pihak, akhirnya diambil keputusan bahwa trenggiling - trenggiling tersebut harus segera dilepaskan agar tidak bertambah lagi jumlah yang mati. Setelah mempertimbangkan berbagai kemungkinan seperti jarak tempuh dan karakter wilayah tempat yang akan dijadikan titik pelepasan trenggiling harus memiliki karakter ekosistem yang tepat untuk lingkup hidup trenggiling tersebut.
Diantaranya adalah harus lembab, dekat dengan sungai atau sumber air, dan tentu saja keterjaminan makanan pokok bagi trenggiling - trenggiling tersebut yakni semut atau serangga-serangga kecil.
Widodo menyayangkan sikap masyarakat yang masih saja suka menangkap dan menjual trenggiling secara illegal. Padahal pihaknya dan bekerjasama dengan beberapa instansi terus melakukan sosialisasi dan pemberitahuan bahwa menangkap dan menjual trenggiling merupakan tindakan melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana. Kemungkinan harga jual dan nilai ekonomis yang tinggi dari trenggiling menjadikan sebagian masyarakat masih tetap menangkap dna menjual trenggiling meskipun secara sembunyi-sembunyi dari pantauan pihak yang berwenang.
“Hewan ini juga sangat mudah ditangkap jika bertemu dengan manusia, karena mereka akan menggulungkan tubuhnya saat terganggu bukannya melarikan diri,” tambahnya.
Padahal dengan sering diburunya trenggiling tentu akan merusak rantai makanan alami dan ekosistem yang ada, dan dalam jangka waltu tertentu akan mengakibatkan dampak buruk terhadap manusia itu sendiri.
Hingga saat ini perburuan liar trenggiling masih sering terjadi dibeberapa wilayah seperti di Kabupaten Musi Rawas, Lahat, Muara Enim, Empat Lawang, serta Kota Lubuklinggau, Pagar Alam dan Prabumulih. Dalam satu tahun ini saja telah terungkap dua kasus besar penyelundupan trenggiling oleh Polres Muara Enim dan Polres Mura.
Jajaran Polres Musi Rawas berhasil menggagalkan penyelundupan tringgiling Sabtu (22/12) dengan barang bukti berupa 182 ekor tringgiling hidup yang ditempatkan dalam keranjang plastik, 120 kilogram daging tringgiling, dan dua kilogram sisik tringgiling. Disinyalir penyelundupan ini dilakukan oleh pengepul dan satu jaringan yang besar.
Kapolres Mura, AKBP Barly Ramadhani melalaui Kasat Reskrim, AKP Suryadi saat dikonfirmasi Harian Silampari mengungkapkan bahwa jaringan penyelundupan tringgiling termasuk sejajar dengan jaringan narkoba karena mereka licin dan sangat sulit diungkap. Ini dikarenakan kerja jaringan penyelundup ini sangat rapi dari kelas terbawah hingga tingkat yang paling atas, mereka juga mempunyai pasar tersendiri yang membeli hasil selundupan mereka dengan harga tinggi.
“Selain itu sistem penjualannya juga hit and run, sehingga setelah barang dijual pengantar atau penyelundup tidak terlibat dan tidak tahu lagi kemana barang tersebut dibawa selanjutnya,” tambahnya.
Menurut informasi harga untuk satu kilogram trengiling yang masih hidup sebesar Rp 300 ribu sedangkan daging yang telah didinginkan dihargai Rp 250 ribu, yang paling mahal dari bagian tubuh tringgiling adalah sisiknya, untuk setiap kilogram sisik trenggiling dipatok harga Rp 1 juta.(HS-05)
Rabu, 26 Desember 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar