MUSI RAWAS- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Musi Rawas (Mura) mulai melakukan penataan dan optimalisasi peran pemangku adat. Tujuannya untuk melestarikan seni dan budaya yang ada di Bumi Lan Serasan Sekatenan.
Bahkan untuk mengatur tugas dan fungsi para pemangku adat, Bupati Musi Rawas, H Ridwan Mukti telah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 10 tahun 2011. Dalam Perbub tersebut diatur segala bentuk kewenangan pemangku adat guna menjamin kententraman masyarakat dan melestarikan seni budaya yang telah ada.
“Tingkat desa ada yang namanya Rapat Adat berfungsi untuk pengambil keputusan berkaitan dengan adat istiadat. Sedangkan untuk tingkat kecamatan dipimpin seorang koordinator rapat adat membawahi desa yang ada diwilayah kecamatan,” ungkap Kadisbudpar Kabupaten Mura, Yamin Pabli melalui Kepala Bidang Kebudayaan, Hamam Santoso.
Selain itu, hadirnya para pemangku adat diharapkan mampu menyelesaikan berbagai persoalan pelanggaran hukum ringan yang masih bisa diselesaikan melalui musyawarah adat. Sehingga nantinya jika terdapat pelanggaran tindak pidana ringan tidak serta merta dibawa ke ranah hukum sebagai proses penyelesaian.
“Ini juga untuk menjaga stabilitas psikology pelaku tindak pidana ringan, sebab dimata masyarakat kita orang yang pernah dihukum pasti akan dicap buruk selamanya. Dengan diberlakukannya hukum adat hal ini dapat kita hindari, namun hal tersebut hanya berlaku untuk tindak pidana ringan, tidak untuk tindak pidana berat seperti pembunuhan,” jelasnya.
Saat ini perumusan hukum adat yang akan diberlakukan sedang dibahas tingkat desa dan kecamatan. Diharapkan tahun 2013 peraturan adat ini sudah terkumpul semuanya dan dapat disahkan oleh bupati baik melalui Perda maupun Perbub.
Hamam menambahkan bahwa perumusan hukum adat bukanlah perkara mudah. Hal ini dikarenakan untuk setiap desa pasti mempunyai hukum adat yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Selain itu, percepatan rumusan hukum adat juga terkendala jarak dan jaringan komunikasi sehingga mempersulit koordinasi antar pemangku adat maupun antara pemangku adat dengan Disbudpar Kabupaten Mura.
“Tidak semua wilayah desa di Kabupaten Mura terjangkau oleh layanan sinyal telepon seluler, sehingga terkadang penyampaian informasi seperti akan diadakannya rapat sering terhambat. Selain itu akses jalan dan jarak juga menjadi problem tersendiri,” akunya.
Selain itu, luas wilayah Kabupaten Mura mencapai 1,2 juta hektar juga menjadi hambatan dalam menginventarisis adat budaya maupun hukum adat yang ada. Ini dikarenakan masih kurangnya pemangku adat yang ada setiap desa. Kendala-kendala tersebut membuat percepatan perumusan hukum adat agak tersendat-sendat sehingga belum juga dapat diajukan untuk disahkan oleh Bupati.
Untuk saat ini setiap Desa yang ada baru mempunyai lima orang pemangku adat yang terdiri dari satu orang ketua, satu orang sekretaris, dan dua orang anggota. Jumlah ini jauh dari cukup untuk memback up permasalahan adat dan budaya. Idealnya setiap desa mempunyai 12 orang pemangku adat. Terutama di kecamatan yang mempunyai luas daerah pedesaan yang terbilang cukup besar seperti Kecamatan Tugumulyo dan Megang Sakti.
Untuk keseluruhan saat ini Kabupaten Mura baru mempunyai 1.440 orang pemangku adat. Sedangkan untuk memudahkan proses inventarisir seni, budaya, dan hukum adat Kabupaten Mura setidaknya membutuhkan 2.000 orang pemangku adat.(HS-05)
Selasa, 02 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar