LUBUKLINGGAU- Tujuh sekolah tipe Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Kota Lubuklinggau kembali terancam turun status menjadi sekolah standar nasional sama dengan sekolah umum lainya. Hal ini menyusul gugatan Indonesia Corruption Watch (ICW ) dan sejumlah organisasi tergabung dalam koalisi pendidikan yang menuntut penghapusan RSBI.
Ketujuh sekolah berlabel RSBI itu yakni Sekolah Dasar Negeri (SDN) 58, Sekolah Menengah Negeri (SMPN) 2,3,5 dan 8 , Sekolah Menengah Atas (SMA) Xaverius dan sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Lubuklinggau.
Ketua Dewan Pendidikan Kota Lubuklinggau, Hamdan Kamal usai rapat evaluasi pendidikan gratis dan sekolah RSBI se-Sumatera Selatan beberapa waktu lalu pernah mengatakan bahwa Ketujuh RSBI di kota berslogan sebiduk semare ini sangat kecil harapan bisa menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Hal ini kata Hamdan mengingat banyak nya persyaratan RSBI yang belum bisa terpenuhi di ketujuh sekolah RSBI kota Lubuklinggau. Persyaratan tersebut diantaranya sarana dan prasarana pendidikan dan tenaga pendidik minimal starata dua (S-2).
Menanggapi hal tersebut Kepala Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau Agusni Efendi didampingi Seksretaris Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau, Rudi Erwandi saat dibicangi Harian Silampari, diruang kerjanya ,Jumat (4/1) menyampaikan akan menerima apapun keputusan pemerintah pusat mengenai keberadaaan sekolah RSBI tersebut.
“Kita didaerah hanya menunggu keputusan pemerintah pusat. Kalau keputusanya RSBI ditiadakan ya kita tiaddakan juga didaerah, begitu pun sebaliknya kalau RSBI harus terus dijalankan ya pasti akan kita jalankan,” kata Rudi sapaan Rudi Erwandi.
Namun sampai saat ini Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau masih menunggu keputusan mahkamah konstitusi.
Menurut Rudi pogram RSBI yang dicanangkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tak lain tujuanya untuk meningkatkan mutu pendidikan, meliputi kualitas kompetensi guru, peserta didik, sarana dan prasarana maupun pelayanan pendidikan.
Diakuinya sekolah bertipe RSBI memang sedikit berbeda dengan sekolah umum lainya. Bedanya sekolah RSBI lebih banyak mendapatkan bantuan dari pemerintah dan boleh memungut biaya kepada orang tua peserta didik. Sedangkan sekolah umum yang tidak berlabel RSBI tidak diperbolehkan memungut biaya pendidikan dan mendapatkan bantuan tidak sebanyak sekolah RSBI. Hal ini inilah yang prediksi sebagai penyebab adanya tuntutan penghapusan sekolah RSBI.
“ Ada kemungkinan ada kecemburuan sosial antara sekolah RSBI dengan yang Sekolah Standar Nasional (SSN) ,sehingga muncul tuntutan untuk membubarkan sekolah RSBI,” ucap Rudi.
Ditambahkan Rudi, sekolah RSBI memang diperbolehkan memungut biaya pendidikan kepada orang tua peserta didik. Namun pungutan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan ataupun kekurangan sekolah.
Dicontohkan Rudi , jika disekolah RSBI hendak menyelenggarakan sebuah kegaitan ataupun program pendidikan disekolah ,dengan anggaran dana RP.500. 000.000,- sedangkan dana bantuan dari pemerintah hanya Rp 300.000.000 maka kekurangan Rp 200.000.000 nya boleh memungut kepada orang tua peserta didik. Dengan catatan tidak boleh melebihi kebutuhan atau kekurangan dana. (HS-01)
Diketahui permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 50 ayat 3 sudah diajukan sejak Desember 2011 lalu, namun hingga kini belum ada keputusan apapun dari MK.
Rencananya gugatan koalisi pendidikan dan Indonesia Corruption Watch (ICW) ini akan bacakan dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 8 Januari mendatang.
Kesimpulan akhir MK dibacakan pada 8 Januari 2013 mengenai keputusan terkait program RSBI yang kini sudah berjalan di sekitar 1.300 sekolah mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Indonesia.
Jika MK Mengabulkan pembatalan pasal ini, maka status RSBI akan dihapus dan penyelenggaraan satuan pendidikan berkurikulum internasional juga dilarang.(HS-01)
Selasa, 08 Januari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar